Seorang penulis AS yang hilang di Libya setelah bertempur di garis depan dalam revolusi negara itu telah kembali ke AS. Matthew Vandyke, 32 tahun, dari Baltimore, Maryland, ditangkap dalam sebuah misi pengintaian di negara Afrika utara itu. Ia kemudian dikurung selama lima bulan di penjara Libya. Ketika ia akhirnya bisa melarikan diri, penulis lepas dan pembuat film itu memutuskan untuk tetap tinggal di garis depan sampai Khadafy jatuh.
Saat tiba di Baltimore-Washington International Marshall Airport, ia memegang bendara baru Libya dan mengenakan seragam militer. Vandyke berteriak, "Kemenangan! Kami menang!" Ia disambut ibunya dan pacarnya. Dia pergi ke Libya pada Februari, beberapa hari setelah pemberontakan melawan diktator Moammar Khadafy pecah di negara itu.
Setibanya di bandara dekat rumahnya itu, Sabtu (5/11/2011), ia mengungkapkan, ketika hendak ke Libya, ia mengatakan kepada keluarganya bahwa ia berencana untuk mendokumentasikan revolusi di Libya untuk sebuah film dan buku yang sedang ia kerjakan. Namun pada kenyataanya, itu selalu berniat untuk terlibat dalam pemberontakan. "Kamu jangan memberitahu ibu dan pacarmu bahwa kamu akan pergi berperang," katanya pada Sabtu malam seperti dikutip Daily Mail, Minggu.
"Ketika saya melarikan diri dari sebuah penjara (Libya), saya berniat untuk menyelesaikan apa yang saya harus lakukan. Jadi beberapa minggu terakhir ini saya berada dalam pertempuran di garis depan di Sirte dalam memerangi pasukan Khadafy."
Pada awal tahun ini, Vandyke masih berada di Baltimore untuk mengerjakan sebuah buku dan film tentang perjalanan sepeda motor di Timur Tengah dan Asia Tenggara. Ketika itu teman-temannya di Libya mulai menceritakan bahwa keluarga mereka menghilang. Dia mengatakan, "Saya tidak bisa hanya duduk dan membiarkan (penghilangan) itu terjadi pada orang-orang yang saya kasihi dan tidak berbuat apa-apa. Saya melihat bagaimana orang-orang menderita di bawah rezim seperti itu dan sudah waktunya itu harus diakhiri."
Vandyke berada dalam sebuah misi pengintaian di Brega ketika ia ditangkap pasukan Khadafy. Dia lalu dijebloskan ke penjara Libya selama lima bulan lebih. Saat melewati periode itu, ia menyanyikan lagu-lagu Guns n 'Roses buat dirinya dan mencoba untuk menamai semua karakter film Star Trek. Ia mengatakan, ia menderita dampak psikologis dari kurungan itu.
Dalam upaya untuk membebaskan putranya, Sharon Vandyke pergi ke Turki dengan membawa foto putranya itu guna berbicara dengan para diplomat Libya. Namun sampai Juli, para pejabat Libya membantah Vandyke ditahan.
Ketika penjara Abu Salim di Tripoli dibom pada Agustus, teman-teman sesama tahanan membuka sel Vandyke dan ia pun melarikan diri. Dia menuju ke sebuah kompleks, di mana ia meminjam telepon untuk menelepon ke rumah.
Anggota keluarga dan Departemen Luar Negeri AS mendesak ia untuk kembali. Namun ia mengatakan, ia ingin menyelesaikan apa yang dia lakukan di sana. Dia menuturkan, "Saya menghargai bahwa mereka menghabiskan waktu dan tenaga untuk mencoba membantu saya dan dengan mengangkat kisah saya, mereka mencegah rezim mengeksekusi saya dan saya sangat bersyukur untuk itu. Jika mereka benar-benar membuat saya dibebaskan, ya, saya mungkin akan pulang. (Namun) saya tidak patuh dan saya pergi bersama tahanan lainnya. Saya membebaskan diri saya dan pulang ketika saya ingin pulang."
Pacarnya, Lauren Fischer, mengatakan kepada Associated Press, sulit begitu mengetahui bahwa dia selalu merencanakan untuk berperang dalam revolusi Libya. Fischer berkata, "Yang saya tahu ia pergi ke sana untuk membantu teman-temannya, bukan untuk berperang, tetapi untuk membantu teman-temannya. Namun setelah lima setengah bulan tidak tahu pasti di mana dia berada, bukan itu yang saya pikirkan. Bagi saya, lebih penting mengetahui bahwa ia aman dan baik-baik saja."
Ketika memutuskan akan bertahan sampai Khadafy tumbang, Vandyke bergabung dengan Brigade Ali Hassan al-Jaber dari Tentara Pembebasan Nasional Libya. Setelah Khadafy ditangkap dan dibunuh bulan lalu, Vandyke pergi ke Tripoli untuk merayakan peristiwa itu. Setelah itu ia berpikir bahwa ia bisa kembali ke rumah. Dia mengatakan, "Saya senang berada di rumah. Saya senang pekerjaan itu selesai. Saya tidak akan pulang sampai Khadafy tumbang dari kekuasaan. Dia sudah pergi, jadi saya pun pulang. "
Sharon Vandyke mengatakan, "Banyak waktu hidup putranya telah diberikan ke negara lain. Saya tahu orang Libya menghargai itu. Saya sangat bangga bahwa ia mengikuti komitmennya. Saya tidak pernah mencoba untuk membuatnya pulang. Saya mengatakan kepadanya bahwa saya akan mendukung keputusannya."
Sumber : internasional.kompas.com
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !